PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA

Oleh Dedi Sumardi


Pendahuluan

Pendidikan Pancasila mungkin terdengar seperti mata pelajaran yang “itu-itu aja”  hafalan lima sila, pasal-pasal UUD, atau aturan kewarganegaraan. Tapi sebenarnya, Pendidikan Pancasila lebih dari sekadar hafalan. Ia adalah alat berpikir kritis untuk membentuk kita menjadi warga negara yang sadar, tangguh, dan berani mempertanyakan keadaan.

Saya menulis ini sebagai seseorang yang mengampu Pendidikan Pancasila di tingkat Pendidikan Menengah, tapi tidak ingin materi ini jadi “dingin” dan jauh dari realitas siswa dan mahasiswa. 

Justru sebaliknya, Pendidikan Pancasila harus jadi ruang yang hidup, membumi, dan bisa menjawab tantangan zaman mulai dari korupsi, politik uang, konflik sosial, hingga demokrasi yang pincang. 


Pendidikan Pancasila: Campuran 4 Rumpun Ilmu

Sewaktu kuliah saya diajarkan bahwa Pendidikan Pancasila itu bukan pelajaran tunggal, tapi persilangan dari 4 rumpun ilmu besar, yaitu:

  1. Pendidikan, Mengapa Pancasila diajarkan di sekolah dan kampus? Karena kita tidak dilahirkan otomatis menjadi warga negara yang baik. "Tanpa dididik, rakyat bisa dibodohi. Tanpa sadar hak dan kewajiban, rakyat bisa diperalat demi kekuasaan." Pendidikan Pancasila mendidik kita: Untuk mengenal identitas sebagai warga negara, Agar tidak gampang ditipu oleh “slogan kosong”, Agar tahu bahwa menjadi warga negara itu punya peran aktif, bukan sekadar penonton. "Orang yang tidak peduli politik, akan diperintah oleh orang yang lebih buruk." – Plato
  2. Politik, Pendidikan Pancasila membahas bagaimana kekuasaan dijalankan. Ini penting, karena politik adalah cara negara mengatur hidup kita. Kita belajar: Tentang pemilu, partai politik, kekuasaan, dan legitimasi. Bahwa menjadi pemilih rasional itu kewajiban etis. Bahwa politik bukan hanya urusan elite, tapi urusan kita semua Contoh nyata: Kalau kita golput atau asal pilih, maka kita sedang membiarkan yang rakus berkuasa.
  3. Hukum, Kita tidak hidup di hutan, tapi di negara hukum. Maka kita belajar: UUD 1945 sebagai konstitusi dasar, Hak dan kewajiban warga negara Prinsip keadilan, HAM, dan supremasi hukum. Tapi penting juga untuk kritis: "Apakah hukum benar-benar ditegakkan? Atau hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas?"
  4. Sosial Kemasyarakatan, Nilai-nilai seperti norma, etika, sopan santun, keadilan, gotong royong, empati, semua dibahas di PPKn. Kita belajar untuk: Menghargai perbedaan, Memahami budaya demokrasi, Tidak apatis terhadap masalah sosial. Di era hoaks dan polarisasi, Pendidikan Pancasila jadi benteng penting untuk membangun karakter yang rasional dan toleran. 

Pendidikan Pancasila Harus Relevan
Tantangannya sekarang: bagaimana agar pelajaran PPKn tidak terasa membosankan atau normatif? Jawabannya:
  • Bawakan materi dengan kasus nyata (korupsi bansos, pemilu curang, intoleransi)
  • Diskusikan hal-hal kritis: “Apakah Pancasila masih hidup?” “Apakah demokrasi kita sehat?” 
  • Libatkan siswa berpikir, bukan sekadar menghafal!

Referensi yang Bisa Digunakan:
  1. Kaelan (2013). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
  2. Yudi Latif (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. 
  3. Miriam Budiardjo (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
  4. Franz Magnis-Suseno (1987). Etika Politik. Artikel Kompas, The Conversation, Tempo soal demokrasi dan HAM di Indonesia.

Penutup
Pendidikan Pancasila bukan sekadar menghafal lima sila. Ia adalah alat berpikir dan alat perjuangan agar kita tidak dibodohi oleh mereka yang ingin memanipulasi kekuasaan atas nama rakyat.
Melalui blog ini, saya ingin mengajak kamu semua siswa, mahasiswa, guru, siapa pun untuk belajar menjadi warga negara yang tidak diam, tidak apatis, dan tidak mudah dikibuli.

“Bukan Pancasila yang salah. Yang salah adalah cara kita memperlakukannya: hanya sebagai slogan, bukan sebagai nilai hidup.”

Kalau kamu suka artikel ini, silakan bagikan atau diskusikan di kelasmu! Yuk, kita hidupkan kembali Pendidikan Pancasila yang bermakna dan membebaskan.

Komentar

Postingan Populer